Latest News

Raih Rp6,7 Triliun di 2023, Tahun Ini PPRE Bidik Kontrak Baru Tumbuh 20%

31 January 2024, 01:11

 PT PP Presisi Tbk (PPRE) melaporkan, hingga akhir Desember 2023 nilai kontrak baru tercatat Rp6,7 triliun atau mengalami kenaikan 28,85 persen dibandingkan dengan capaian di 2022 yang sebesar Rp5,2 triliun. Perseroan menargetkan, pertumbuhan kontrak baru di 2024 sekitar 15-20 persen (year-on-year).

 

Menurut Direktur Utama PPRE, I Gede Upeksa Negara dalam siaran pers yang dipublikasikan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Rabu (31/1), kontrak baru pada 2023 tersebut didominasi oleh kontribusi perseroan sebesar 74 persen atau senilai Rp4,9 triliun, sedangkan sisanya disumbang dari entitas anak PPRE.


Berdasarkan lini bisnis, lanjut dia, nilai kontrak baru pada tahun lalu didominasi oleh sektor jasa pertambangan sebesar 66 persen atau senilai Rp4,4 triliun. Capaian ini setara dengan pertumbuhan 11 persen dibandingkan dengan kontribusi di 2022 yang sebesar 55 persen.
Dia menyampaikan, PPRE mendapatkan kontrak baru Rp923,2 miliar di pengujung 2023 yang didominasi oleh proyek jasa pertambangan sebesar Rp574,5 miliar, konstruksi sipil Rp163,4 miliar, lini bisnis supporting senilai Rp28 miliar dan tambahan pekerjaan pada proyek civil work melalui anak usaha, PT LMA sebesar Rp157,1 miliar.


"Dengan potensi pasar di sektor tambang yang masih sangat besar menjadikan semangat dan motivasi bagi kami untuk terus meningkatkan nilai kontrak baru, sehingga dapat menggenjot revenue untuk meningkatkan value added bagi seluruh pemangku kepentingan," kata Gede.
Lebih lanjut Gede mengungkapkan, perseroan menargetkan pertumbuhan kontrak baru di 2024 sekitar 15-20 persen yang masih akan didominasi oleh sektor jasa pertambangan. "Kami juga akan tetap bersinergi dengan PTPP sebagai induk perusahaan pada bisnis jasa konstruksi, khususnya infrastruktur," ucapnya.

Dengan program Carbon Neutral Flight tersebut, Garuda Indonesia menerapkan perhitungan offset atas carbon footprint yang dihasilkan penerbangan joy flight.

Perlu diketahui, Sertifikat Penurunan Emisi (SPE) merupakan bagian dari mekanisme pengelolaan penurunan emisi yang terdokumentasikan dalam surat bentuk bukti pengurangan emisi oleh usaha dan/atau kegiatan yang melalui Pengukuran, Pelaporan, dan Verifikasi, atau Measurement, Reporting, and Verification.

Tak hanya itu, SPE juga tercatat dalam Sistem Registrasi Nasional Pengendalian Perubahan Iklim dalam bentuk nomor dan/atau kode registrasi.

Pembelian sertifikat penurunan emisi tersebut sekaligus menjadi wujud komitmen jangka panjang perseroan dalam mendukung dekarbonisasi melalui konversi emisi karbon yang ditimbulkan pada operasional penerbangan.

Program tersebut salah satunya dilakukan melalui metode carbon offset dengan membeli SPE milik Pertamina Patra Niaga.

Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, menerangkan, kerja sama Patra Niaga dan GIAA dalam inisiatif perdagangan karbon merupakan upaya kedua belah pihak untuk mendukung cita-cita nasional mencapai NZE 2060.

“Pertamina Patra Niaga tidak hanya menjual avtur kepada mitra kami dalam hal ini konsumen penerbangan. Tapi juga memiliki konsep B2B Pertamina One Solution. Kami menawarkan solusi kebutuhan dekarbonisasi emisi dari bisnis konsumen. Ini sejalan dengan tujuan Patra Niaga sebagai decarbonization journey partner,” jelas Riva.