Proyek Belum Rampung, Penjualan Meikarta Capai Rp4,9 Triliun

Tuesday , 24 Oct 2017 11:40

PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) mengumumkan sejak diluncurkan pada bulan Mei, proyek Kota Baru Meikarta telah menghasilkan prapenjualan sebesar Rp4,9 triliun.

Jumlah tersebut menyumbang 90% dari total penjualan perseroan yang mencapai Rp5,4 triliun pada kuartal III-2017.

“Di tengah pelemahan pasar properti, kami telah memutarbalikkan tren dengan meluncurkan kota modern baru yang berkualitas namun tetap terjangkau di jantung pusat industri Indonesia, Meikarta. Dalam waktu empat bulan sejak awal diluncurkan pada pertengahan Mei 2017, Meikarta telah menghasilkan prapenjualan sebesar Rp4,9 triliun sehingga total prapenjualan LPKR selama sembilan bulan di 2017 menjadi Rp5,4 triliun yang merupakan angka prapenjualan tertinggi sepanjang sejarah LPKR,” ujar Presiden Direktur LPKR Ketut Budi Wijaya dalam siaran persnya, kemarin.

Budi mengaku yakin pasar properti Indonesia akan mulai pulih pada akhir 2017. Hal ini membuat perseroan akan kembali melaksanakan rencana akuisisi bersama atas Lippo Plaza Jogya dan Siloam Hospitals Yogyakarta oleh LMIRT dan First REIT dengan total estimasi senilai Rp834,6 miliar.

 

“Kami senang bahwa model bisnis recycling capital kami telah berjalan dengan baik, karena akuisisi Siloam Hospitals Buton oleh First REIT telah tuntas dan penjualan properti di Yogyakarta akan kembali dilaksanakan. Kami akan bekerja keras dan senantiasa melaksanakan strategi asset light kami secara konsisten untuk mengembangkan bisnis kami,” kata Budi.

Menurut Budi, LMIRT dan First REIT telah menandatangani akta Usaha Bersama (Joint Venture) atas rencana akuisisi bersama untuk bangunan terintegrasi (properti) di Yogyakarta dari LPKR. Properti ini terdiri dari komponen mal ritel yang dikenal sebagai Lippo Plaza Jogya (LPJ) dan komponen rumah sakit yang dikenal sebagai Siloam Hospitals Yogyakarta (SHYG). LPJ akan diakuisisi senilai 61,1 juta dolar Singapura dan SHYG senilai 27,28 juta dolar Singapura.

Transaksi akuisisi properti-properti tersebut tergantung pada persetujuan dari para pemegang unit penyertaan dari REITS serta persetujuan dari Otoritas Moneter Singapura (MAS) dan Singapore Exchange Securities Trading Limited.

Budi mengungkapkan, struktur akuisisi bersama ini dilakukan karena tidak adanya peraturan daerah di Yogyakarta untuk menerbitkan akta sertifikat strata secara terpisah untuk LPJ dan SHYG. JV Yogyakarta Indoco pada 13 Oktober 2017 telah menandatangani CSPA untuk rencana akuisisi properti tersebut dan akan memegang properti tersebut dalam satu akta sertifikat Hak Guna Bangunan.

SHYG memiliki luas kotor bangunan (GFA) seluas 12.474 m2 dengan kapasitas maksimum 220 tempat tidur dan telah beroperasi sejak Juli 2017 dengan Center of Excellence untuk Neuroscience dan Kardiologi.

LPJ memiliki GFA seluas 66.098 m2 (terdiri atas 35.965 m2 untuk mal dan 30.133 m2 untuk wilayah parkir) yang telah diisi oleh beragam penyewa termasuk bioskop, para penjual makanan, dan hypermarket . Mal ini telah menjadi salah satu pusat gaya hidup terbaru di Yogyakarta dan telah beroperasi sejak Juni 2015.

Sebelumnya Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda mengatakan, pengembangan Kota Baru Meikarta seharusnya mendapat dukungan dari pemerintah. Pasalnya, pembangunan proyek ini bisa menekan angka backlog perumahan.

“Sekarang yang menjadi pertanyaan apakah pemerintah mau membangun apartemen di bawah Rp150 jutaan. Sekarang ada pengembang yang mau, yang selaras dengan visi pemerintah, seharusnya didukung,” ujarnya.

Dia menegaskan, apabila ada persyaratan yang masih belum terpenuhi seharusnya pemerintah dan pengembang duduk bersama menyelesaikan persoalan tersebut. “Jadi pemerintah dan pengembang bisa menghasilkan solusi yang terbaik bagi masyarakat,” kata Ali.

Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Suharso Manoarfa mengatakan, kondisi perekonomian di daerah saat ini sedang mengalami proses transisi. Sektor properti dianggap telah terbukti menentukan turun atau naiknya perekonomian di setiap daerah tersebut.

Dia berharap hal itu bisa dipahami oleh pengambil keputusan untuk mendukung serta membantu mempercepat kemajuan properti di daerah. Sebab dengan semakin tertundanya properti, maka akan membuat rugi berbagai pihak, termasuk negara.

 

Sumber : OKEZONE.COM