Kinerja Keuangan Holding BUMN Farmasi Meroket 164%

Monday , 27 Sep 2021 11:17

Jakarta - Pandemi COVID-19 menjadi tantangan terbesar PT Bio Farma (Persero) sebagai induk holding BUMN farmasi, yang baru dibentuk pada 31 Januari 2020, atau tepat dua bulan sebelum pandemi. Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir mengatakan Bio Farma melakukan beberapa transformasi dalam upaya untuk menata ulang portofolio produk holding Bio Farma terutama untuk Kimia Farma dan Indofarma. "Hal ini kami lakukan agar dapat memenuhi kebutuhan pemerintah akan obat dan dapat menurunkan harga produk yang saling bersaing. Dan kami sudah menetapkan jenis produk apa saja yang akan dihasilkan oleh masing-masing entitas baik Kimia Farma yang akan menghasilkan produk chemical, dan Indofarma menghasilkan produk herbal dan alkes," ujar Honesti dalam keterangan tertulis, Senin (27/9/2021).

Hal lain yang menjadi prioritas pembentukan Holding BUMN Farmasi ini adalah harmonisasi dari seluruh jaringan perusahaan untuk mencapai cost-effectiveness, seperti melalui sentralisasi distribusi sales service. Holding BUMN Farmasi berfokus untuk memastikan ketersediaan produk dengan meningkatkan kapasitas produksi dan memastikan ketersediaan bahan baku medis yang harganya sempat meningkat hingga 600% saat pandemi karena lockdown.

Holding BUMN Farmasi juga berkolaborasi dengan start-up dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk menciptakan PCR Test Kit test-yang lebih affordable namun memiliki golden standard World Health Organization (WHO) sehingga mampu menurunkan harga test di pasaran, melakukan inovasi Mobile Lab BSL-3 sehingga dapat melakukan tes PCR di daerah yang kekurangan kapasitas test, serta melakukan inovasi Bio Saliva yakni alat uji untuk mendeteksi COVID-19 dengan metode kumur (gargling). Selain itu, terhitung per 24 September 2021, penyediaan vaksin COVID-19 dari Holding BUMN Farmasi sudah terdistribusi sebanyak lebih dari 175 juta dosis.

Dengan adanya penugasan dari pemerintah untuk penanganan COVID-19, kinerja keuangan holding BUMN farmasi pada semester I 2021 mengalami peningkatan 164% year over year (yoy), dari Rp 5,78 triliun pada tahun 2020, menjadi Rp 15,26 triliun semester awal tahun 2021 Lebih lanjut, pendapatan Bio Farma didapat dari realisasi pendapatan penugasan yang mencapai Rp 8,12 triliun, yang terdiri dari Rp 7,97 triliun program vaksin COVID-19 dan Rp 144,30 miliar, didapat dari program Vaksinasi Gotong Royong (VGR).

Untuk anggota Holding BUMN Farmasi, Kimia Farma membukukan pendapatan pada Semester I 2021 sebesar Rp 5,56 triliun yang diperoleh dari penjualan produk pihak ketiga sebesar Rp 4,1 triliun termasuk di dalamnya didapat dari VGR sebesar Rp 402,9 miliar. Sedangkan untuk Indofarma, pendapatan Semester I 2021 mencapai Rp 849,33 miliar, berasal dari penjualan obat Obat Generik Berlogo (OGB) dan ethical sebesar Rp 492,79 miliar, sisanya dari penjualan alat kesehatan, multivitamin, dan lain-lain.

Honesti menegaskan jika dilihat penjualan bersih perusahaan di luar penugasan pandemi COVID-19, kinerja Holding BUMN Farmasi masih on the track. Demikian juga dengan penjualan dalam negeri sektor pemerintah, yang masih berfokus pada vaksin dan obat COVID-19. "Untuk Bio Farma sendiri, penjualan kami tanpa penugasan COVID-19, masih bisa mencapai Rp 985 miliar, yaitu mencapai 84,39% dari yang ditargetkan pada semester I 2021. Pencapaian ini terdiri dari penjualan ekspor yang mencapai Rp 549 miliar, dan untuk penjualan dalam negeri (pemerintah), mencapai Rp 66,39 miliar, atau baru terealisasi 59,8% dari yang dianggarkan," ungkap Honesti.

Honesti menambahkan Bio Farma dalam menghadapi pandemi, berhasil menciptakan inovasi produk berupa kit diagnostik untuk mendeteksi virus COVID-19, berupa Rapid Test polymerase chain (RT-PCR) yang diluncurkan pada Semester I tahun 2020 oleh Presiden Joko Widodo. RT-PCR ini sudah dilengkapi dengan media VTM (Viral Transport Media) yang dibuat dan diproduksi secara mandiri oleh Bio Farma. "Penjualan sektor swasta, mencapai Rp 431 miliar, atau sudah mencapai 105% dari yang dianggarkan sebesar Rp 411 miliar. 68,86% dari total penjualan dalam negeri sektor swasta diperoleh dari penjualan untuk RT-PCR dengan nama M-BioCov, mencapai Rp 283 miliar," pungkas Honesti.

Sumber : Detik Finance