Seiring kenaikan penjualan Indofood CBP (ICBP), prospek INDF semakin membaik

Wednesday, 13 Jan 2021 08:42



Memasuki 2021, kinerja PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) diperkirakan punya prospek yang lebih baik dari tahun lalu. Pada tahun ini, diperkirakan daya konsumsi yang membaik akan menjadi katalis positif bagi INDF.

Analis BRI Danareksa Sekuritas Natalia Sutanto dalam risetnya pada 17 Desember 2020 menuliskan, INDF pada tahun 2020 akan mampu membukukan pertumbuhan 5,6% yoy dari sisi pendapatan menjadi Rp 80,9 triliun. Pertumbuhan tersebut dipicu oleh kenaikan dari penjualan anak usaha INDF, yakni PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) serta jaringan distribusinya.

Natalia memperkirakan ICBP akan membukukan pertumbuhan 10,5% yoy pada topline seiring konsolidasi dengan Pinehill dan penyesuaian harga jual rata-rata alias average selling price (ASP) mie instan. Dengan dua faktor tersebut, BRI Danareksa Sekuritas  memperkirakan gross margin INDF akan naik menjadi 31,8%.

ýSementara dari sisi bottom line, kami perkirakan INDF akan catatkan kenaikan 6,9% yoy menjadi Rp 5,3 triliun. Angka tersebut sejatinya bisa lebih tinggi, hanya saja karena faktor pembiayaan yang lebih tinggi dan kerugian nilai tukar menghambat laba bersih INDF,ý tulis Natalia dalam riset.

Memasuki 2021, Natalia meyakini akan menjadi tahun yang lebih baik bagi INDF. Kinerja INDF tahun ini diperkirakan mayoritas masih akan didukung oleh ICBP yang berpotensi meningkat. Salah satunya dari kenaikan penjualan mie instan di Timur Tengah yang akan menjadi pendorong pertumbuhan anorganik ICBP.

Sementara Analis NH Korindo Sekuritas Putu Chantika mengatakan, prospek INDF ke depan masih sangat menarik. Apalagi, dari segi valuasi, menurutnya INDF saat ini tergolong masih undervalued. Ditambah lagi, tahun ini mulai ada indikasi perbaikan konsumsi masyarakat serta harga komoditas yang cenderung menguat.

ýJika bicara penguatan harga komoditas, maka INDF akan diuntungkan oleh kondisi tersebut. Terutama untuk segmen agribisnis dan Bogasari ke depannya,ý kata Putu kepada Kontan.co.id, Selasa (12/1).

Senada, analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas menilai kenaikan harga crude palm oil (CPO) akan membuat kinerja INDF semakin membaik. Menurut dia, kenaikan harga CPO secara tidak langsung akan menguntungkan kinerja INDF mengingat kontribusi dari segmen agribisnis sebesar 15% terhadap INDF.

Apalagi, Sukarno melihat pola hidup masyarakat selama kondisi pandemi saat ini berpotensi dapat meningkatkan volume penjualan dari segmen consumer branded product. Dia meyakini, penjualan mie instan ICBP masih akan menjadi kontribusi utama terhadap kinerja INDF.

ýJadi secara keseluruhan prospek ke depannya masih sangat bagus, mengingat tingkat konsumsi masyarakat tetap terjaga walaupun dengan kondisi pandemi. Kondisi secara fundamental saat ini bagus dan dari sisi rasio profitabilitas ada kenaikan meskipun tidak terlalu signifikan,ý imbuh Sukarno.

Kendati mendapat sentimen positif dari potensi perbaikan konsumsi masyarakat dan kenaikan harga komoditas, Putu menilai saat ini sentimen negatif juga masih membayangi kinerja INDF. Menurutnya, saat ini INDF masih rentan terhadap fluktuasi harga bahan baku, kondisi makroekonomi yang masih penuh tantangan, hingga volatilitas nilai tukar rupiah.

ýSementara dari sisi fundamental, kinerja INDF sejauh ini masih di bawah ekspektasi NH Korindo Sekuritas. divisi segmen mie instan saat ini kinerjanya masih rendah. Lalu, akuisisi Pinehill juga meningkatkan beban keuangan INDF seiring pinjaman yang diambil cukup besar,ý tambah Putu.

Natalia melihat Indofood masih akan mempertahankan gross margin di kisaran 31,6% seiring margin yang lebih tinggi juga dari Indofood CBP. Lalu dari sisi top line, INDF akan mengantongi Rp 91,8 triliun pada akhir 2021.

Sementara dari bottom line, Natalia menilai akuisisi Pinehill pada tahun lalu akan menahan laba bersih INDF. Hal ini tidak terlepas dari penambahan utang dalam proses akuisisi tersebut. Dus, proyeksi Natalia, laba bersih INDF pada tahun 2021 akan sebesar Rp 5,7 triliun.

Natalia pun merekomendasikan untuk beli INDF dengan target harga Rp 8.100 per saham, dari sebelumnya Rp 9.000 per saham. Salah satu yang menjadi pemberat harga saham INDF datang dari utang dalam mata uang asing yang besar serta pungutan progresif atas harga CPO dapat membatasi peningkatan margin di masa mendatang.

Walau dibayangi risiko, secara jangka panjang Putu meyakini INDF masih menarik. Oleh karena itu, dia merekomendasikan untuk beli dengan target harga Rp 8.000 per saham. Sementara Sukarno juga merekomendasikan beli dengan target harga Rp 7.800 per saham.

Adapun, pada perdagangan Selasa (12/1), harga saham INDF melemah 0,37% ke Rp 6.725 per saham.

sumber : kontan.co.id